Jumat, 31 Juli 2009

UJIAN AKHIR SEMESTER
OTONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN PUBLIK




Dosen Pengampu :
Dr. IQBAL WIBISOSNO, SH, M.Hum
Dr. SUPARNYO, SH, MS







Disusun Oleh :
TEGUH BUDI YUWANA
NIM. 2009 – 02 - 027



PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2009
Para Intelektual /pakar menilai bahwa kebijakan otonomi daerah dibawah Undang – undang Nomor 32 tahun 2004 merupakan salah satu kebijakan otonomi daerah yang baik yang pernah ada di Republik Indonesia. Undang-undang ini merupakan salah satu perwujudan refomasi yang telah melahirkan paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Yang sebelumnya diatur dalam UU No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah yang mengandung azas dekonsentralisasi,desentralisasi dan pembantuan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya;
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Disamping kewajiban tersebut, Pemerintah Daerah juga mempunyai fungsi menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana diatur Undang - undang, dengan menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
Atas dasar itu, maka Pemerintah Kabupaten Pati telah mengeluarkan Peraturan Bupati Pati Nomor 15 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Daerah. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan Jaminan kesehatan daerah yang selanjutnyadisebut Jamkesda adalah suatu sistem yang dilaksanakan dalam rangka menjamin pelayanan kesehatan yang layak,bermutu,dengan biaya efisien dan terjangkau serta diselenggarakan secara pra upaya di wilayah kabupaten pati. Dengan program ini diharapkan memberikan manfaat / faedah jaminan kesehatan bagi seluruh warga masyarakat yang secara ekonomi kurang mampu.
Secara umum tujuan program Jamkesda meliputi dua tujuan yakni :
a. Tujuan umum
Tujuan umum program jamkesda adalah memberi perlindungan kepada peserta dalam bentuk pemeliharaan kesehatan paripurna dengan sistem jaminan kesehatan yang terkendali baik mutu maupun biayanya
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus program Jamkesda adalah :
1) tersedianya anggaran biaya dari pemerintah daerah sebagai dana pra upaya pengganti premi untuk menjamin pelayanan kesehatan bagi peserta yang tidak tercakup dalam program Jaminan Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
2) terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi peserta dengan sistem jaminan kesehatan dalam program Jamkesda.
3) terselenggranya mekanisme koordinasi, pembimbingan, pembinaan serta pengawasan program Jamkesda.
Sedangkan untuk pelaksanaan, mekanisme koordinasi, pembimbingan, pembinaan serta pengawasan program Jamkesda dibentuk Tim Pembina yang bertugas :
a. Melakukan kajian,monitoring,dan evaluasi pelaksanaan program jamkesda.
b. Merumuskan kebijakan dan pengembangan program dan mengusulkan kepada bupati.
c. Mengusulkan anggran jamkesda termasuk bantuan iuran bagi masyarakat miskin.
Tim pembina ini dalam melaksanakan tugas mempunyai fungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan dan pengembangan jamkesda, serta mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan teknis penyelenggaraan Jamkesda.
Pengelolaan jaminan kesehatan daaerah di kabupaten Pati berdasarkan Peraturan Bupati Pati Nomor 15 Tahun 2008 di diselenggarakan oleh Bapel. Bapel sebagai pengelola Jamkesda wajib melakukan pengelolaan sistem kendali mutu pelayanan pembiayaan dan kepesertaan untuk mewujudkan pelayanan yang efektif,efisien dan bermutu berdasarkan ketentuan yang berlaku. Fasilitas pelayanan sebagaimana dimaksud diatas termasuk pemberian obat dan BHP,pemeriksaan penunjang diagnostik tindakan medik dan fasilitas pelayanan lain sesuai dengan paket pelayanan berdasarkan kebutuhan medis dan kemampuan program Jamkesda
Pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung Jamkesda adalah
a. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur
b. Pelayanan yang bertujuan komestik
c. Pelayanan untuk tujuan memperoleh keturunan
d. Pelayanan dalam rangka bencana alam
e. Pelayanan dalam rangka bakti sosial
f. Protesa alat bantu dengar,alat penyangga
g. Pelayanan lain diluar paker dasar yang ditentukan
h. Pelayanan dalam rangka penanggulangan bencana alam dan atau pelayanan sosial
Sumber biaya program Jamkesda adalah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sumber biaya dari anggaran pendapatan dan belanjadaerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digunakan sebagai pengganti premi/dana pra upaya yang besarnya per peserta per bulan ditentukan berdasar atas manfaat atau jenis pelayanan yang dibutuhkan atau menjadi hak peserta. Selain dari anggran pendapatan dan belanja daerah sumber biaya program jamkesda dapat berasal dari pemerintah,pemerintah provinsi,iuran peserta dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku

DAMPAK POSITIF JAMKESDA
Jamkesda adalah sebuah program yang dilaksanakan pemerintah daerah untuk mengantisipasi adanya warga yang tidak tercover / masuk dalam program jamkesmas yang dilaksanakan pemerintah pusat. Program ini cukup berhasil untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat terutama yang masuk dalam kategori keluarga miskin ( GAKIN )
Sayangnya, persoalan ketakterjaminan belum selesai juga karena berbagai program penjaminan layanan kesehatan dari pusat tersebut hingga kini pelaksanaannya masih dipenuhi korupsi dan manipulasi. Padahal hak asasi setiap orang secara umum terkerangkai sebagai kemerdekaan individu yang menacakup hak bebas berbicara, berorganisasi, berdemo, equality before the law, memiliki properti, political rights, di mana semua itu membutuhkan penegakan kesetaran politik dan pemerintah yang demokratis. Dan yang terakhir social rights di mana negara memberi jaminan status sosial minimum, standard pelayanan dan pemenuhan hidup, jaminan kesehatan, yang semuanya sebagai hak bagi warga negara untuk dapat hidup sesuai dengan standart yang berlaku di masyarakat.
Dampak Negatif
Salah akibat yang mungkin timbul apabila pemerintah daerah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat adalah tersedotnya anggaran yang cukup signifikan pada bidang ini. Bisa juga, hal ini mempengaruhi alokasi anggaran pada bidang lain, seperti pendidikan, infrastruktur dan bidang sosial religius yang lain.
Dampak lain yang sering timbul dilapangan adalah keinginan semua warga untuk dapat menikmati fasilitas ini hingga menempuh segala cara dan upaya termasuk memanipulasi data tentang dirinya sendiri. Oleh karena itu Bupati Pati pernah mengeluarkan statement dan himbauan “ budaya malu menjadi miskin “ kepada segenap warga masyarakat.

ANALISA
Sebagai hak publik, pelayanan kesehatan bagi kebanyakan orang miskin dan paling miskin di negeri ini adalah sesuatu yang mahal. Tak hanya secara harfiah dalam arti biaya, namun mahal di sini juga bermakna “politis”. Yakni ketiadaan jaminan dari negara bagi publik—tak peduli berapapun kemampuan dia membayar—untuk menikmati pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat: tersedia (available), menyeluruh (comprehensive), berkesinambungan (continue), terpadu (integrated), wajar (appropriate), dapat diterima (acceptable), bermutu (quality), mudah dicapai (accessible), serta terjangkau (affordable)
Ini diperparah dengan praktik pungli oleh para oknum birokrat di puskesmas maupun rumah sakit pemerintah. Untuk layanan yang sejatinya merupakan hak mereka, pasien harus memberikan bayaran yang jumlahnya cukup besar bagi orang miskin dan kadang masih harus memberikan sogokan untuk mendapatkan layanan dengan kualitas lebih baik. Alhasil, status kesehatan masyarakat tidak meningkat secara nyata. Masyarakat pun cenderung berobat langsung ke rumah sakit (atau klinik swasta) sehingga biaya kesehatan tidak efisien.
Maka pada saat biaya kesehatan terus naik hingga mengakibatkan kemampuan publik miskin dan paling miskin merosot, pemerintah daerah harusnya menjadikan program Jamkesda ini menjadi lebih bermanfaat dan berdaya guna. Bukannya cenderung berupaya menambah porsi keterlibatan publik dalam pembiayaan pelayanan kesehatan, seraya mengurangi berbagai macam subsidi. Kebijakan privatisasi dan swastanisasi di sektor kesehatan makin gencar. Implementasinya bisa berupa perubahan status puskesmas dari bersubsidi ke puskesmas swakelola dan swadaya; ataupun metamorfosis status rumah sakit pemerintah dari perusahaan daerah menjadi perseroan terbatas.
Fakta ini menunjukkan masih kurang optimalnya komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunana kesehatan publik. Pemda tampaknya malas untuk melakukan inovasi dan kreasi kebijakan untuk menyiasati keterbatasan dana. Masih belum disadari betapa masyarakat lapisan bawah mengandalkan puskesmas untuk pengobatan awal, maupun untuk membantu memberi rujukan berobat ke lembaga lebih tinggi jika tidak mampu ditangani puskesmas. Sayangnya, selama ini rendahnya anggaran oleh birokrasi dianggap sebagai pembenar untuk melayani masyarakat ala kadarnya.
Dari sini makin jelas bahwa komitmen untuk memberi prioritas—visi dan orientasi politik dari para elit—pada sektor yang terkait dengan hajat hidup orang banyak adalah kuncinya. Keterbatasan sumber daya yang tak terelakan membuat pemerintah harus mengembangkan prioritas sebuah pilihan kebijakan akan mendapatkan lebih banyak pendanaan ketimbang lainnya Yang jamak, otoritas pemerintah (birokrasi) dan kekuatan modal sektor bisnis sedemikian mendominasi dan bahkan menganulir kepentingan masyarakat. Pemerintah Daerah lebih sibuk untuk memfasilitasi investasi melalui manipulasi produk hukum kendati itu merugikan hak-hak sosial dan ekonomi warganya.
Dalam proses pergeseran ini, disadari atau tidak, ada upaya untuk mengurangi subsidi dan menswastakan puskesmas dan rumah sakit pemerintah. Ini bukan berarti pemerintah tak bicara soal pemenuhan kewajiban negara pemenuhan hak sosial, namun lebih karena konsepsi pemenuhan hak sosial adalah dengan memandirikan individu.
Dalam gagasan neo-liberal / kapirtalisme apa yang semula dianggap sebagai masalah sosial (kemiskinan, pengangguran, dsb) kemudian menjadi diarahkan untuk menjadi masalah individual. Solusinya bukanlah program sosial (seperti dalam welfare system), melainkan individual self-care (perawatan pribadi)”. Dalam perspektif ini, warga negara harus membeli sendiri. Di sini neoliberalisme bukan sebatas paradigma ekonomi, melainkan juga visi tentang manusia dan masyarakat. Ekonomi sudah pasti menjadi perangkat utamanya.


Rekomendasi
Sebagai tindaklanjut pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, membawa konsekuensi perubahan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2003 tentang Perangkat Daerah. Sebagaimana diketahui PP Nomor 8 Tahun 2003 merupakan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menata organisasi perangkat daerah, untuk menciptakan organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan, dan kemampuan daerah masing-masing. Namun berdasarkan evaluasi selama ini, ternyata masih ditemukan permasalahan antara lain : a) Sebagian besar Provinsi dan Kabupaten/Kota belum melaksanakannya; b) Pembatasan jumlah; c) Nomenklatur yang tidak seragam; d) Perampingan yang cukup besar; d) Pengaturan perangkat lain belum jelas.
Mengantisipasi permasalahan tersebut, dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah mendatang, perlu ditingkatkan efisiensi dan efektivitasnya dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan Pemerintahan dan antar Pemerintahan Daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Untuk itu dalam pengorganisasiannya juga harus memperhatikan upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh sektor lain. Pada hakekatnya keseluruhan upaya pembangunan yang ada ditujukan kepada upaya untuk mensejahterakan rakyat. Peningkatan derajat masyarakat merupakan salah satu upaya dimaksud, yang tentunya memerlukan pengorganisasian yang lebih terarah, efisien dan efektif serta mendapat dukungan lintas sektor, terutama yang terkait dengan pemenuhan standard hidup minimal, akses ke pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta hak-hak sosial-ekonomi lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar